Malam


Hai, assalamu’alaikum.. ya Allah, ini blog udah jadi sarang laba2 kali ya.. saking sudah lamanya tak menulis disini 😆🙈

Judul terakhir menulis tentang adiknya hanina, eh hanina udah punya adik lagi lho ini, wkwk. Sungguh balik ke blog pengen cerita proses lahirnya adik laki2nya hanina yang dramatis. *lebay dah

Tapi nanti ya, aku mau bermain kata dulu.. 🤣

“Malam.. hadirlah lebih panjang, aku.. ingin merebahkan tubuhku, sebari menuntaskan semua tugasku dalam mimpi” – alias aku lagi lelah raga, pengen bobo pules, tapi kedengeran suara bayi nangis, dan tugas domestik yang meronta-ronta pengen diselesaikan. Pada akhirnya, yaa.. namanya juga perempuan dan seorang ibu yak. Nikmatilah 💛

Dadaaah, bobo dulu yak.

adiknya hanina


BERBAHAGIA. itu yang saya rasakan pertama kali ketika melihat hasil testpack yang bergaris dua. saya tidak menyangka Allah memberikan adik untuk hanina secepat ini. 

keputusan lepas KB saat bulan juni, adalah keputusan saya dan suami karena saya ‘lelah’ ber-KB. Karena beberapa jenis KB yang saya pakai tidak direspon tubuh dengan baik. alhasil, setelah diskusi sama suami, dan hanina sudah menjelang 2 tahun, saya putuskan untuk tidak KB setelah lepas IUD bulan juni, dan suntik KB sebulan dibulan juni, setelah itu saya tidak pergi lagi ke bidan untuk KB. 

Kalau dari referensi yang saya baca, ataupun pengalaman orang lain, wanita yang berKB dan setelah itu tidak KB lagi akan ada penyesuaian tubuh hingga efek KB selesai. Kenapa saya lepas KB bulan juni, karena saya berharap tahun depan Allah berikan keturunan kembali. Ancang-ancang saya, akan ada penyesuaian sekitar satu tahun lah. Ternyata Allah kasih dengan cepat, alhamdulillah 😘. 
Sabtu pagi, 24 September 2016

Pagi hari sambil sarapan bersama. suami, saya bertanya “ayah.. bunda KB lagi nggak ya?”.. suami “nanti aja bun kalau adiknya hanina sudah lahir”. yes, alhamdulillah! kami sepakat tidak KB :mrgreen:. 

Siang harinya saya iseng, beli testpack karena lupa haid terakhir kapan ya, sepertinya sudah lama. Dan dua garis itu menjadi siang hari terasa sangat sejuk, di panasnya udara bekasi. 😆

——

alhamdulillah, hari ini sudah 10 minggu usia kehamilan kedua saya. mohon doa penuh berkah, agar diberikan kesehatan dan kelancaran dalam persalinan hingga melahirkan 😀


👪 “Ibu untuk Anak Kita” 👪

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Kunci untuk melahirkan anak-anak yang tajam pikirannya, jernih hatinya dan kuat jiwanya adalah mencintai ibunya sepenuh hati. Kita berikan hati kita dan waktu kita untuk menyemai cinta di hatinya, sehingga menguatkan semangatnya mendidik anak-anak yang dilahirkannya dengan pendidikan yang terbaik. Keinginan besar saja kadang tak cukup untuk membuat seorang ibu senantiasa memberikan senyumnya kepada anak. Perlu penopang berupa cinta yang tulus dari suaminya agar keinginan besar yang mulia itu tetap kokoh.

Uang yang berlimpah saja tidak cukup. Saat kita serba kekurangan, uang memang bisa memberi kebahagiaan yang sangat besar. Lebih-lebih ketika perut dililit rasa lapar, sementara tangis anak-anak yang menginginkan mainan tak bisa kita redakan karena tak ada uang. Tetapi ketika Allah Ta’ala telah memberi kita kecukupan rezeki, permata yang terbaik pun tidak cukup untuk menunjukkan cinta kita kepada istri. Ada yang lebih berharga daripada ruby atau berlian yang paling jernih. Ada yang lebih membahagiakan daripada sutera yang paling halus atau jam tangan paling elegan.

Apa itu? Waktu kita dan perhatian kita.

Kita punya waktu setiap hari. Tidak ada perbedaan sedikit pun antara waktu kita dan waktu yang dimiliki orang-orang sibuk di seluruh dunia. Kita juga mempunyai waktu luang yang tidak sedikit. Hanya saja, kerapkali kita tidak menyadari waktu luang itu. Di pesawat misalnya, kita punya waktu luang yang sangat banyak untuk membaca. Tetapi karena tidak kita sadari –dan akhirnya tidak kita manfaatkan dengan baik—beberapa tugas yang seharusnya bisa kita selesaikan di perjalanan, akhirnya mengambil hak istri dan anak-anak kita. Waktu yang seharusnya menjadi saat-saat yang membahagiakan mereka, kita ambil untuk urusan yang sebenarnya bisa kita selesaikan di luar rumah.

Bagaimana kita menghabiskan waktu bersama istri di rumah juga sangat berpengaruh terhadap perasaannya. Satu jam bersama istri karena kita tidak punya kesibukan di luar, berbeda sekali dengan satu jam yang memang secara khusus kita sisihkan. Bukan kita sisakan. Menyisihkan waktu satu jam khusus untuknya akan membuat ia merasa lebih kita cintai. Ia merasa istimewa. Tetapi dua jam waktu sisa, akan lain artinya.

Sayangnya, istri kita seringkali hanya mendapatkan waktu-waktu sisa dan perhatian yang juga hanya sisa-sisa. Atau, kadang justru bukan perhatian baginya, melainkan kitalah yang meminta perhatian darinya untuk menghapus penat dan lelah kita. Kita mendekat kepadanya hanya karena kita berhasrat untuk menuntaskan gejolak syahwat yang sudah begitu kuat. Setelah itu ia harus menahan dongkol mendengar suara kita mendengkur.

Astaghfirullahal ‘adziim….

Lalu atas dasar apa kita merasa telah menjadi suami yang baik baginya? Atas dasar apa kita merasa menjadi bapak yang baik, sedangkan kunci pembuka yang pertama, yakni cinta yang tulus bagi ibu anak-anak kita tidak ada dalam diri kita.
Sesungguhnya, kita punya waktu yang banyak setiap hari. Yang tidak kita punya adalah kesediaan untuk meluangkan waktu secara sengaja bagi istri kita.

Waktu untuk apa? Waktu untuk bersamanya. Bukankah kita menikah karena ingin hidup bersama mewujudkan cita-cita besar yang sama? Bukankah kita menikah karena menginginkan kebersamaan, sehingga dengan itu kita bekerja sama membangun rumah-tangga yang di dalamnya penuh cinta dan barakah? Bukan kita menikah karena ada kebaikan yang hendak kita wujudkan melalui kerja-sama yang indah?

Tetapi…

Begitu menikah, kita sering lupa. Alih-alih kerja-sama, kita justru sama-sama kerja dan sama-sama menomor satukan urusan pekerjaan di atas segala-galanya. Kita lupa menempat¬kan urusan pada tempatnya yang pas, sehingga untuk bertemu dan berbincang santai dengan istri pun harus menunggu saat sakit datang. Itu pun terkadang tak tersedia banyak waktu, sebab bertumpuk urusan sudah menunggu di benak kita.

Banyak suami-istri yang tidak punya waktu untuk ngobrol ringan berdua, tetapi sanggup menghabiskan waktu berjam-jam di depan TV. Seakan-akan mereka sedang menikmati kebersamaan, padahal yang kerapkali terjadi sesungguhnya mereka sedang menciptakan ke-sendirian bersama-sama. Secara fisik mereka berdekatan, tetapi pikiran mereka sibuk sendiri-sendiri.

Tentu saja bukan berarti tak ada tempat bagi suami istri untuk melihat tayangan bergizi, dari TV atau komputer (meski saya dan istri memilih tidak ada TV di rumah karena sangat sulit menemukan acara bergizi. Sampah jauh lebih banyak). Tetapi ketika suami-istri telah terbiasa menenggelamkan diri dengan tayangan TV untuk menghapus penat, pada akhirnya bisa terjadi ada satu titik ketika hati tak lagi saling merindu saat tak bertemu berminggu-minggu. Ada pertemuan, tapi tak ada kehangatan. Ada perjumpaan, tapi tak ada kemesraan. Bahkan percintaan pun barangkali tanpa cinta, sebab untuk tetap bersemi, cinta memerlukan kesediaan untuk berbagi waktu dan perhatian.

Ada beberapa hal yang bisa kita kita lakukan untuk menyemai cinta agar bersemi indah. Kita tidak memperbincangkannya saat ini. Secara sederhana, jalan untuk menyemai cinta itu terutama terletak pada bagaimana kita menggunakan telinga dan lisan kita dengan bijak terhadap istri atau suami kita. Inilah kekuatan besar yang kerap kali diabaikan. Tampaknya sepele, tetapi akibatnya bisa mengejutkan.

Tentang bagaimana menyemai cinta di rumah kita, silakan baca kembali Agar Cinta Bersemi Indah (Gema Insani Press, 2002, edisi revisi insya Allah akan diterbitkan Pro-U Media). Selebihnya, di atas cara-cara menyemai cinta, yang paling pokok adalah kesediaan kita untuk meluangkan waktu dan memberi perhatian. Tidak ada pendekatan yang efektif jika kita tak bersedia meluangkan waktu untuk melakukannya.

Nah.

Jika istri merasa dicintai dan diperhatikan, ia cenderung akan memiliki kesediaan untuk mendengar dan mengasuh anak-anak dengan lebih baik. Ia bisa memberi perhatian yang sempurna karena kebutuhannya untuk memperoleh perhatian dari suami telah tercukupi. Ia bisa memberikan waktunya secara total bagi anak-anak karena setiap saat ia mempunyai kesempatan untuk mereguk cinta bersama suami. Bukankah tulusnya cinta justru tampak dari kesediaan kita untuk berbagi waktu berbagi cerita pada saat tidak sedang bercinta?

Kerapkali yang membuat seorang ibu kehilangan rasa sabarnya adalah tidak adanya kesediaan suami untuk mendengar cerita-ceritanya tentang betapa hebohnya ia menghadapi anak-anak hari ini. Tak banyak yang diharapkan istri. Ia hanya berharap suaminya mau mendengar dengan sungguh-sungguh cerita tentang anaknya –tidak terkecuali tentang bagaimana seriusnya ia mengasuh anak—dan itu “sudah cukup” menjadi tanda cinta. Kadang hanya dengan kesediaan kita meluangkan waktu untuk berbincang berdua, rasa capek menghadapi anak seharian serasa hilang begitu saja. Seakan-akan tumpukan pekerjaan dan hingar-bingar tingkah anak sedari pagi hingga malam, tak berbekas sedikit pun di wajahnya.

Alhasil, kesediaan untuk secara sengaja menyisihkan waktu bagi istri tidak saja mem¬buat pernikahan lebih terasa maknanya, lebih dari itu merupakan hadiah terbaik buat anak. Perhatian yang tulus membuat kemesraan bertambah-tambah. Pada saat yang sama, menjadikan ia memiliki semangat yang lebih besar untuk sabar dalam mengasuh, mendidik dan menemani anak.

Ya… ya… ya…, cintailah istri Anda sepenuh hati agar ia bisa menjadi ibu yang paling ikhlas mendidik anak-anaknya dengan cinta dan perhatian. Semoga!

(Sumber: Catatan di Fanpage FB Ust.Mohammad Fauzil Adhim)

View on Path


MP-ASI

Sekitar 78 hari lagi, di tanggal 14 Februari, Hanina akan menghadapi MP-ASI perdananya. Sebagai bundanya Hanina, sejak saat ini saya udah mulai deg2an, bagaimana nanti memulainya, sukses nggak yaa, hanina mau ga yaa, dan semua kekhawatiran seorang dian yang cupu banget dalam dunia permasakan.

Tapi, saya yang hamba Allah penuh kekurangan ini, ingin juga memberikan gizi yang terbaik untuk Hanina, juga untuk keluarga saya. Hobi sih baca (katanya) makanya nyari buku MP-ASI, banyakin browsing menu2 awal MP-ASI, simpen dulu buat jadi bank resep MP – ASI. Banyak nanya ini itu ke yang pengalaman. Harapan terbesar saya : bisa mengaplikasin ilmu yang udah saya ketahui.

Berharap banget bisa nguasai dapur, melakukan banyak eksperimen, sampai detik ini saya masih cupu, semoga makin terlatih.

Jika suatu hari nanti saya mulai bekerja diluar rumah, di hari pertama Hanina MP-ASI, harus saya yang meracik semua makanan dan mendampingi Hanina sampai makanannya habis :))

*terbayang2 akan masa itu nanti, oke my daugther, we can do anything together*

Btw, dian jual buku ini lho.. buku “bikin MP-ASI dari menu keluarga”. Harganya 45.000 aja 😉

View on Path


“No gadgeting, while mothering”

slogan yang diusung emak2 di group, kayaknya belum berlaku buat gue yang semua kerjaan terkontrol dari gadget. Khususnya Hp dan Tab.

Lagi berusaha banget selama hanina melek, ga megang gadget, dan balesin semua chat customer – upload foto – rekap administrasi @tokodifa dll disaat hanina tidur.

Nah, begini neh, nyambi gendong hanina yang udah tertidur, sambil mondar mandir balesin chat customer, cek readystok, dan kirim rekap transfer.

Makanya bener banget kalau seorang ibu itu multitasking, kerjain ini itu dalam satu waktu. Karena seorang ibu yang dirumah maupun yang berkarir itu kerjaanya bejibun,, bun,, bun. Aaah~ tuh kan gue ngerasain kan.. and i love it!

View on Path


Nabung ASIP lagi..

Alhamdulillah, seneng banget ini, Hanina bobo bisa pumping satu tempat dapat 100ml. Yeay, i did it!

Setelah lama nggak pumping, tadi bersihin lagi botol kaca untuk ASIP, masih ada waktu buat nabung ASIP buat kondisi2 darurat, dan persiapan untuk masuk kerja bila lamaran sayandi apply.

Cita-cita kasih ASI ekslusif memang harus diperjuangkan, karena menjalaninya memang cukup tantangan kalau nggak sungguh-sungguh mau memberikan ASI ekslusif. Mulai dari omongan2 orang lain, mitos ini itu. Hingga meyakinkan diri “MENYUSUILAH DENGAN KERAS KEPALA”. Sehingga apapun tantangannya bisa dilewati, ahiiy.

Bunda ingin memberikan ASI ke Hanina selama 2 tahun, walaupun nanti di 6 bulan akan MPASI, harapannya untuk susu Hanina nggak perlu sufor. Jika tidak memungkinkan, Bunda lebih memilih susu kambing untuk bayi sebagai pengganti ASI. Itu hanya opsi-opsi aja. Pokoknya Bunda yakin.. pasti bisa memberikan ASI ke Hanina selama 2 tahun.
Bismillah.. doakan yaa :))

“Air Susu Ibu adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan pada bayi.. Dalam keadaan miskin mungkin hadiah satu-satunya.. Dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya.” (UNICEF)

Love,
Hanina&Bunda

View on Path


Narsis, eksis! Mulai mengenali wajahnya..

Ceritanya, ayahbunda Hanina udah kehabisan ide mau ngajak main apalagi disaat mati listrik yang lumayan lama, sedangkan Hanina udah bosen dengan mainan cilukba, gelitik2, ngobrol2, mainan bibir dan suara2 yg keluar dr mulut. Hingga akhirnya bunda punya ide, aha!!

Ngeluarin hp dan menonton video2 hanina sekaligus foto2 yang ada di hp bunda. Hanina yg tdnya udah mulai nangis2 manja, jadi diem dan antusias liat wajahnua yang imoet2 itu ada dilayar hp milik bundanya.

Ditampilkan semua foto dan video hanina, sampai hanina kakinya ga bisa diem naik2 keatas, ketawa2, mulutnya ampe maju2. Sampaikan pada kelelahan ayahbundanya yg pegel megangin hp. Ya udah kan ya, dimatiin itu hp. Apa yang terjadi? Hanina nangis kejeeeer >.<

Akhirnya, hp bunda di nyalain lagi dan memutarkan video Hanina, dia diem dong, sambil ketawa2 lagi dan kakinya diangkat2 tanda kegirangan.

Ngeliat situasi ini, ayahbundanya malah ngerjain hanina, videonya di hentikan dan hanina nangis, dinyalakan lagi dan hanina diem, terus begitu, sampai hanina nangis kejer, ayahbundanya malah ketawa terbahak2.

Oke sip, nemu cara menghentikan tangis hanina dengan memperlihatkan videonya.

Eh, ternyata hanina malah ketagihan. Dia antusias bgt klo ada foto2 dan videonya. Dan pernah suatu malam, saya memperlihatkan kipas yang ada gambar2 kartunnya. Niatnya buag kapasin Hanina biar nggak kepanasan, malah saya haru memegangi kipas tersebut di depan wajahnya.. sampai dia terlelap.. 2 jam pegangin kipas.. -_-" makasih nak, tangan bunda pegel2.

Sekarang agak kapok nampilin foto dan video hanina, dikeluarkan jika dalam kondisi tertentu aja.. hehe

Ini tahapan perkembangan anak lagi : mulai memperhatikan benda yang ada disekelilinyanya.

Tapi terlepas dr itu, nebak2 boleh ya.. kayaknya Hanina visual spasial, kayak emaknya. :p Wallahu'alam.

Love,
Hanina&Bunda

View on Path


Imunisasi.

Apa yang ada dalam pikiranmu tentang imunisasi?
Sejak dulu, hal ini sering kali diperdebatkan. Iya sering banget.

Ada kelompok yang antivaksi, ada yang provaksin.

Saya mencoba mempelajari kedua kelompok itu, sejak saya masih gadis belia, polos, belum berencana menikah, cuman kepikiran ntar anak saya mirip siapa ya.. *dan yak, ternyata setelah punya anak, dominan ayahnya* pukpukpuk.

Saat ikut seminar prokontra imunisasi, dr tiap narasumber hanya memaparkan manfaat – kandungan dan kenapa ada yg tidak mau di imunisasi. Saya menanti2 jawaban tegas, “Jadi harus diimunisasi nggak neh bocah2 imut itu?”, namun.. endingnya : “bagi kami, anak diikutsertakan dalam program imunisasi atau tidak itu dikembalikan lagi kepada orangtuanya”.

Yaaah, kecewa dong saya. Maksudnya tuh.. bilang IYA harus diimunisasi, atau TIDAK diimunisasi. Gitu aja.

Tapi, makin kesini saya makin belajar, sambil terus berdoa “Ya Allah tambahkanlah kepadaku ilmu”.. dan yak, saya memutuskan untuk imunisasi Hanina Shofwatun Nisa binti Gatot Prasetyo Hadi bin Djumelan.

Terlepas dari banyaknya komentar dr pihak kontra, saya memohon kepada Allah, “ini ikhtiar kami (orangtua dari Hanina), mengupayakan yang terbaik untuk Hanina, maka kami memohon agar Engkau berikan kesehatan untuk Hanina dengan terus menjaganya dan melindunginya dr berbagai virus bakteri dan kuman yang membandel” 😀

Teruntuk ayahbunda,
Jangan sampai anak menjadi korban dari tiap keputusan kita sebagai orangtua yang kurang antusias untuk belajar memahami sesuatu. Diimunisasi atau tidak, teruslah memberikan yang terbaik untuk buah hati kita. Banyak berdoa, banyak bertanya, banyak membaca, banyak belajarrrrrr… karena menjadi orangtua itu adalah proses panjang dalam belajar dan menerapkan ilmu yang selama ini kita punya.

Yuk ah, hentikan hujatan2 kepada yang pro ataupun kontra.. tapi mengedukASI pemahaman itu harus.

Love,
Hanina&Bunda
Kali ini.. sama Ayah juga.

View on Path